Friday, January 22, 2010
Kebudayaan yang salah harus diperbaiki
Bismi l-lahi r-rahmani r-rahiem.
Tidak terlalu salah jika ada orang yang mengatakan bahwa korupsi itu sudah membudaya dalam masyarakat kita. Yang salah adalah anggapan bahwa korupsi tidak dapat dihilangkan, sebagaimana orang mengatakan bahwa pelacuran tidak dapat dihapus karena sudah tumbuh lama sejalan dengan pertumbuhan orang dalam kehidupan bermasyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebudayaan adalah kebiasaan yang sudah memasyarakat. Namun harus disadari bahwa kebiasaan itu ada yang baik ada pula yang buruk; yang buruk harus diperbaiki, yang baik perlu dipertahankan ataupun bahkan dikembangkan lebih lanjut. Ini tanggung jawab siapa? Harus dimulai dari mana? Kapan?
Yang paling bertanggung jawab adalah para pemimpin dalam semua jenjang dan tingkatannya. Mereka dapat berbuat banyak sesuai dengan haknya, yaitu untuk diturut. Namun dalam menuruti pimpinan ini warga atau anggota juga dituntut untuk tidak asal turut; mereka harus kritis. Rasulullah SAW mengingatkan bahwa perintah ataupun suruhan yang boleh diturut hanya yang benar, yang tidak mengandung unsur maksiat. Dalam bentuk sederhana, seorang imam shalat harus diturut, namun jika ada kesalahan tidak boleh diturut begitu saja, dia harus diingatkan; jika tidak mau memperbaiki diri boleh ditinggal, tidak diturut lagi. Agar tidak ditolak ataupun ditinggalkan warga, pemimpin harus menjaga diri agar selalu dalam jalur yang benar. Untuk ini mereka harus belajar dan belajar, menggunakan segala macam sarana yang ada. Warga tidak boleh membiarkan pemimpinnya salah langkah; masukan-masukan perlu diberikan dengan penuh kebijaksanaan, dalam segala bentuk dan caranya.
"SERULAH (MANUSIA) KEPADA JALAN TUHANMU DENGAN HIKMAH (BIJAK) DAN PELAJARAN YANG BAIK DAN BANTAHLAH (BERDISKUSILAH DENGAN) MEREKA DENGAN CARA YANG LEBIH BAIK....." (Qur'an, surat an-Nahl [16]:125)
Seorang pemimpin yang menyadari kedudukannya akan banyak menjadi contoh, bukannya banyak memerintah; bahkan Rasulullah SAW juga sudah mengingatkan: "Mulailah dari dirimu sendiri". Semua itu harus dilakukan secepatnya, sebelum terlambat, sebelum keburu mati.
Wa l-Lahu a'lamu bi sh-shawwab
SAW. = shalla 'l-Lahu 'alaihi wa sallam (Semoga shalawat Allah dan salamNya terlimpahkan pada Rasulullah Muhammad).
SWT. = subhanahu wa ta-'ala (Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi kedudukanNya).
*** Kutipan ayat-ayat diperoleh dari penelusuran menggunakan software sederhana: "Indeks Terjemah Qur'an".
========================================
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Semoga sedikit uraian di atas bermanfaat.
Sebarkanlah pelita hikmah ini dengan forward langsung ataupun dengan mengajak bergabung di URL http://groups.yahoo.com/group/pelita-hikmah.
Jika Anda punya ataupun ingin kajian masalah tertentu untuk pegangan hidup silakan hubungi saya.
Wassalam,
dr. H.R.M. Tauhid-al-Amien, MSc., DipHPEd., AIF.
e-mail: tauhid@telkom.net
Jalan Kendangsari Lebar 48 Surabaya INDONESIA 60292
Telp. (031)-841-7486, 081-652-7486
=====================
Dana aktivita/dakwah? Bergabunglah dalam http://www.asiakita.com/Pandu-HW
Saturday, July 4, 2009
Kesiapan mental dalam berkegiatan
Bismi l-lahi r-rahmani r-rahim.
Dalam mengisi hidup ini kepada kita pada dasarnya diperintahkan oleh Allah SWT untuk berbakti hanya kepada Allah dengan agama yang lurus (QS al-Bayyinah [98] ayat 5). Kemurnian niat ini adalah untuk mendapatkan pengakuan (keridhaan) atas benarnya apa yang telah kita lakukan. Termasuk di sini adalah ketika kita melakukan “amar ma’ruf dan nahi munkar”, bahwa yang kita lakukan itu sebagai tanda bukti kepatuhan kita membaktikan potensi yang telah diberikan oleh Allah, semisal potensi kekuasaan untuk “memaksa” orang dengan hak menyusun ketentuan, peraturan, perundang-undangan, ataupun bahkan memberi perintah, yang telah diamanahkan oleh masyarakat kepada kita yang sedang menjadi pejabat di tingkat pusat maupun daerah.
Dalam melaksanakan amanah seperti itu kita mungkin harus berhadapan dengan kekuatan yang menentang ataupun menantang langkah kita. Dalam hal ini hendaknya kita tetap yakin bahwa kebenaran harus ditegakkan, walaupun ada ancaman yang dapat berujung ke kematian. Sangat penting kesadaran untuk berani bersikap seperti ini untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Rasulullah dalam salah satu sabdanya menyebutkan:
“Setinggi-tinggi jihad adalah menyampaikan kalimat kebenaran kepada kepala negara yang jahat (yang dia siap dihukum mati karenanya)”.
Di sisi lain kita jumpai tidak sedikit orang yang pandai berbicara, berolah kata, yang dapat menyesatkan arah kita bersikap, sehingga kita tak menyadari bahwa telah terbawa melangkah di jalur yang salah. Bahkan ada pula dari kita yang silau oleh kilatan harta ataupun bayangan kenikmatan tahta, lalu mendukung ataupun membela yang salah dalam menghadapi mereka yang benar, padahal Allah SWT sudah mengingatkan:
“SESUNGGUHNYA KAMI TELAH MENURUNKAN KITAB KEPADAMU DENGAN MEMBAWA KEBENARAN, SUPAYA KAMU MENGADILI ANTARA MANUSIA DENGAN APA YANG TELAH ALLAH WAHYUKAN KEPADAMU, DAN JANGANLAH KAMU MENJADI PENANTANG (ORANG YANG TIDAK BERSALAH), KARENA (KAMU MEMBELA) ORANG-ORANG YANG KHIANAT.” (Surah an-Nisa' [4] ayat 105).
Allah akan memintai petanggungjawaban atas apa-apa yang pernah kita lakukan…
Wa l-Lahu a'lamu bi sh-shawwab
Saturday, September 27, 2008
Seberapa hasil puasa kita?
Seberapa hasil puasa kita?
Bismi l-lahi r-rahmani r-rahiem.
Di hari-hari terakhir bulan Ramadhan seibarat kita berada di saat-saat terakhir suatu perjalanan panjang menuju tempat tujuan. Di saat itu sepantasnyalah kita melihat sejauh mana nyatanya telah berjalan, adakah kita telah mencapai atau mendekati tujuan? Allah SWT telah menetapkan tujuan puasa dalam firmanNya:
“HAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN, DIWAJIBKAN ATAS KAMU BERPUASA
SEBAGAIMANA DIWAJIBKAN ATAS ORANG-ORANG SEBELUM KAMU, AGAR KAMU (lebih) BERTAKWA” (Surah al-Baqarah [2] ayat 183)
Salah satu dari kriteria orang yang bertaqwa (muttaqien) adalah yang disebut Allah dalam firmanNya:
“...YAITU MEREKA YANG ... MENAFKAHKAN SEBAGIAN REZKI YANG KAMI ANUGERAHKAN KEPADA MEREKA.” (Surah al-Baqarah [2] ayat 3).
Dengan pemahaman bahwa penafkahan rezeki di sini baru yang bertaraf wajib, yaitu zakat yang harus dikeluarkan oleh orang yang berpunya, maka taraf muttaqien yang lebih tinggi adalah yang digambarkan Allah dalam ayatNya:
“(YAITU) ORANG-ORANG YANG MENAFKAHKAN (HARTANYA), BAIK DI MASA LAPANG MAUPUN SEMPIT.. ” (Surah Ali Imran [3] ayat 134)
Ayat ini memberi petunjuk bahwa untuk berinfaq seseorang tidak harus kaya dulu; dalam keadaan apapun berinfaq didorongkan pada seseorang jika dia ingin terkelompok sebagai orang yang bertaqwa. Lebih jauh Rasulullah SAW menyebutkan:
“Satu dirham yang dinfakkan oleh orang yang berkekurangan lebih tinggi nilainya (dalam pandangan Allah) ketimbang seribu dirham yang diinfakkan oleh orang yang berkecukupan”
Adakah kita telah menjadi lebih mudah untuk berinfaq setelah menjalani berbagai macam kegiatan dalam bulan Ramadhan? Banyak dari ummat kita yang masih memerlukan dana, untuk pembangunan ummat secara umum, termasuk untuk hidup layak ataupun meningkatkan kemampuan dirinya, misalnya dalam penguasaan ilmu.
Wa l-Lahu a'lamu bi sh-shawwab
========================================
Keterangan:
SAW. = shalla 'l-Lahu 'alaihi wa sallam
Semoga shalawat Allah dan salamNya terlimpahkan pada Rasulullah Muhammad.
SWT. = subhanahu wa ta-'ala
Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi kedudukanNya.
*** Kutipan ayat-ayat diperoleh dari penelusuran menggunakan software sederhana: "Indeks Terjemah Qur'an".
========================================
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Semoga sedikit uraian di atas bermanfaat.
Sebarkanlah pelita hikmah ini langsung ataupun dengan mengajak bergabung di URL http://groups.yahoo.com/group/pelita-hikmah. Jika Anda punya ataupun ingin kajian masalah tertentu untuk pegangan hidup silakan hubungi saya.
Wassalam,
dr. H.R.M. Tauhid-al-Amien, MSc., DipHPEd., AIF
e-mail: tauhid@pwmjatim.com
Jl. Kendangsari Lebar 48 Surabaya INDONESIA 60292
Telp. (031)-841-7486, +6281-652-7486 Fax +6281-652-0904
Friday, September 19, 2008
Satu sisi makna nuzulu ‘l-qur’an
80920
Satu sisi makna nuzulu ‘l-qur’an
Bismi l-lahi r-rahmani r-rahiem.
Dari ayat-ayat pertama al-Qur’an yang diturunkan, Allah SWT menyebutkan:
“BACALAH, DAN TUHANMULAH YANG PALING PEMURAH, YANG MENGAJAR (MANUSIA) DENGAN PERANTARAAN KALAM; DIA MENGAJARKAN KEPADA MANUSIA APA YANG TIDAK DIKETAHUINYA” (Surah al-'Alaq [96] ayat 3-5).
Ayat itu secara harfiyah (eksplisit) menyebutkan salah satu peran penting sarana tulis-baca, yaitu bahwa Allah mengajari manusia lewat sarana ini. Ini pun harus difahami juga bahwa jika seseorang ingin “mengajari” orang lain, maka sarana ini pun dapat digunakan. Dalam hal ini tentu saja orang itu harus memulainya dengan menuliskan dulu apa-apa yang akan diajarkannya itu. Betapa pentingnya sarana tulis baca inipun Allah menggunakannya untuk bersumpah:
“NUN, DEMI KALAM DAN APA YANG DITULISNYA.” (Surah al-Qalam [68] ayat 1)
Jika Rasulullah SAW menyebutkan bahwa Allah akan memberi balasan pada seorang perintis (dengan menampilkan contoh, ataupun ilmu yang diajarkannya), maka secara tidak langsung orang dituntut untuk mau menulis ide-ide ataupun gagasan-gagasannya. Rasulullah juga menyebutkan bahwa balasan itu akan berlipat ganda sesuai dengan penyebaran gagasan si perintis itu maupun para penerusnya. Yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah bahwa balasan itu akan berupa pahala jika yang dirintis itu hal-hal yang bernilai baik; sebaliknyalah balasan itu akan berupa dosa jika yang dirintisnya itu sesuatu yang mengarah ke keburukan ataupun pelanggaran. Oleh karena itulah maka budaya menulis di kalangan ummat Islam seharusnya banyak berkembang; ummat Islam yang selalu melakukan hal-hal yang mengarah ke kebaikan perlu menuliskannya untuk dicontoh ataupun dikembangkan lebih lanjut. Pahala amalan ini akan merupakan salah satu dari pahala yang akan mengalir terus walaupun si perintis itu telah berakhir hidupnya di dunia yang fana ini, yaitu lantaran pemanfaatan ilmunya.
Dengan berkembangnya sarana tulis-baca ini (termasuk via internet), maka insya Allah ummat Islam akan berpeluang juga untuk kian cepat lebih maju lagi.
Wa l-Lahu a'lamu bi sh-shawwab
========================================
Keterangan:
SAW. = shalla 'l-Lahu 'alaihi wa sallam
Semoga shalawat Allah dan salamNya terlimpahkan pada Rasulullah Muhammad.
SWT. = subhanahu wa ta-'ala
Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi kedudukanNya.
*** Kutipan ayat-ayat diperoleh dari penelusuran menggunakan software sederhana: "Indeks Terjemah Qur'an".
Sunday, September 14, 2008
MDMC
MDMC
Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan SK No. 58/KEP/LO/D/2007 mensahkan badan dengan kegiatan lintas sektoral yang bernama Muhammadiyah Disaster Managemant Centre (MDMC) sebagai sarana untuk lebih menghidupkan kembali kerja-kerja kemanusiaan persyarikatan, khususnya dalam kaitan dengan bidang bencana, baik dalam masa darurat maupun membangun ketahanan masyarakat.
Dalam perkembangannya, diharapkan bahwa dalam waktu 3-5 tahun MDMC dapat tampil secara professional dalam kegiatan-kegiatan kerja kemanusiaan di tingkat global, bekerja sama dengan badan-badan nasional maupun internasional. Untuk ini partisipasi masyarakat, lebih-lebih anggota ortom-ortom Muhammadiyah, sangat diharapkan. Anggota Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (Pandu HW) akan banyak berpeluang bergabung di MDMC ini, yang meliputi berbagai macam kegiatannya di lapangan.
Dalam tahap awalnya, Kwartir Pusat Pandu HW telah mengadakan pelatihan nasional Search and Rescue (SAR) tanggal 22-27 Agustus 2008 di Kaliurang, Sleman, di lereng Gunung Merapi. Pelatihan- pelatihan serupa masih akan dilakukan lagi dalam waktu dekat, walaupun Kwartir Wilayah HW yang memungkinkan melakukan kegiatan serupa di wilayahnya, bekerja sama dengan BASARDA ataupun instansi-instansi lain setempat.
Tauhid